Selasa, 07 Mei 2013

Penyajian Sistem Penalaran Sebagai [I]rasionalitas Gotik dalam Cerita- cerita Pendek Karya Edgar Allan Poe



Isu: Gotik dan resistensi terhadap rasionalitas

Latar Belakang

Hal pertama yang saya sadari ketika saya membaca karya Edgar Allan Poe, dalam hal ini adalah tiga cerita pendeknya "The Black Cat", " The Tell-Tale Heart", dan "The Purloined Letter", adalah tampaknya term-term persamaan logika dalam narasi teks tersebut. Hal ini berkaitan dengan usaha karakter pembunuh atau pelaku yang seringkali dianggap memiliki perilaku menyimpang, mengingat bahwa kata "menyimpang" ini belum tentu sahih. Dari tiga cerita yang saya sebutkan tadi, dua diantaranya bisa disebut cenderung identik. Dua karakter utamanya juga merupakan narrator dari ceritanya yang berarti memiliki kekuasaan lebih banyak untuk mengeluarkan suara di dalam ceritanya. Namun kekuasaan dalam bersuara ini kemudian dimanfaatkan justru untuk menutupi diri para tokoh tersebut. Suara yang dimiliki kemudian digunakan untuk memberikan justifikasi terhadap perbuatan mereka, membunuh.

Tokoh narator ini memberikan argumen- argumen yang saya asumsikan sebagai term- term dalam pengambilan keputusan dalam hukum logika.. Argumen ini ditujukan untuk menjustifikasi perbuatannya sehingga pada umumnya term- term ini harus dibuat sedemikian rupa agar meyakinkan pembaca dan pada akhirnya pembaca dipaksa memercayai kesimpulan yang ingin dicapai oleh tokoh tersebut. Namun ada sesuatu yang saya anggap ganjil pada pengambilan kesimpulan oleh tokoh- tokoh ini. Hal inilah yang nantinya akan menjadi fokus dalam penelitian saya.

Saat proses pembacaan inilah saya menyadari bahwa terdapat keganjilan dalam sistem penalaran yang tersaji dalam beberapa karya Edgar Allen Poe. Bertolak dari berbagai pemikiran di atas, saya akan melakukan penelitian terhadap penyajian sistem penalaran yang ganjil pada kumpulan karya Edgar Allan Poe. Asumsi dasar dari penelitian yang akan saya lakukan adalah dimungkinkannya penelaahaan terhadap konsep penalaran sebuah teks dalam kaitannya dengan pembentukan wacana rasionalitas masyarakat Amerika pada abad ke- 19. 
Kerangka Pemikiran

Asumsi dasar dari penelitian yang akan saya lakukan adalah dimungkinkannya penelaahaan terhadap konsep penalaran sebuah teks dalam kaitannya dengan pembentukan wacana rasionalitas masyarakat Amerika pada abad ke- 19. Berbagai teori yang ada akan saya fungsikan sebagai rujukan untuk melakukan tinjauan terhadap wacana yang memengaruhi karya- karya tersebut atau pun diperngaruhi olehnya. Setelah tinjuan dilakukan, diharapkan bahwa berbagai relasi tekstual atau pun kontekstual akan lebih mudah untuk saya identifikasi dan jabarkan dalam penelitian saya.

Terdapat pola yang sama yang dimiliki oleh empat karya Edgar Allan Poe;"Berenice", " The Tell- Tale Heart", "The Black Cat" dan " The Cask of Amontillado." Pola pertama adalah pola narasi yang digunakan oleh naratornya. Kekuasaan narator cenderung tidak terbatas karena merekalah yang memiliki kuasa penuh untuk bersuara meski pemakaian kalimat langsung dan tidak langsung, yang lebih kurang sejajar dengan kekuasaan yang dimiliki narator, pada setiap cerpennya beragam namun jumlah kalimat langsungnya bisa dikatakan relatif rendah.

Pada cerpen "Berenice" misalnya, tidak terdapat sama sekali kalimat langsung dari tokoh lain dalam cerita tersebut. Bisa dikatakan semua narasi dimonopoli oleh narator. Bahkan kunci dari resolusi cerita tersebut, seorang pemuda yang kemudian menyingkap perbuatan narator, hanya diberi porsi sebatas tindak laku saja yaitu si narator yang menjelaskan bahwa pemuda itu "pointed to garments; -they were muddy and clotted with gore… took me gently by the hand… directed my attention to some object against the wall"(hl.13). Terlihat bahwa deskripsinya bergantung pada apa yang dialami oleh narator. 
Meski pun pada "The Cask of Amontillado" memiliki banyak dialog langsung dari tokoh lain, kekuasaan narator tetap besar karena penjelasan tingkah laku kembali berasal dari naratornya. Misalnya saat ada dialog antara narator dan Fortunato seperti berikut:
"The pipe?" said he.
"It is farther on," said I; "but observe the white web- work which gleams from these cavern walls."
He turned toward me, and looked into my eyes with two filmy orbs that distilled the rheum of intoxication.(hl.543, diberikan penekanan oleh saya)
Meski pun tokoh lain bersuara hanya satu kata the pipe namun narator kemudian memiliki hak untuk melabeli perilakunya sebagai suatu ciri intoxication.
Kekuasaan ini menjadi signifikan terhadap suatu tindakan justifikasi. Untuk bisa membuat suatu pembenaran, narator tersebut memonopoli narasi sehingga kebebasan untuk mengemukakan argumen cenderung lebih luas. Cara narasi berkerja pada keempat cerita ini memiliki kesamaan.
Narasi akan dibuka oleh pernyataan penolakan terhadap prasangka yang menempel pada diri narator tersebut, meski pun tidak terlalu jelas siapa yang memberikan prasangka- prasangka ini kepada narator. Pada "The Cask of Amontillado", narator mengungkapkan bahwa "[we] who so well know the nature of my soul, will not suppose, however, that I gave utterance to a threat."(hl.542). Dia berasumsi bahwa target dari narasinya mengetahui bagaimana sebenarnya dia namun tidak akan menyangka bahwa dia bisa mengancam. Asumsi di awal inilah yang menjadi latar belakang seluruh pengajuan argumen yang dia narasikan pada kisahnya.
Cerpen " The Tell- Tale Heart" dan "The Black Cat" merupakan dua pola yang sangat identik karena keduanya memersalahkan label "mad" yang tertera pada karakternya, yang ironisnya justru saya ketahui dari deskripsi dan narasinya sendiri alih- alih menyimpulkan dari karakterisasi yang diberikan tokoh lain. Misalnya narator dalam " The Tell- Tale Heart" mememertanyakan "why will [we] say that [he is] mad?"(hl.354). 
Fenomena ini saya anggap ganjil karena pada akhirnya banyak argumen narator yang sebenarnya bertujuan untuk membenarkan perilakunya, apapun itu, dan menampik tudingan yang dari semenjak awal ditempelkan oleh pihak lain, namun justru berbalik melemahkan argumen argumen tersebut. 
Sebagai contoh, pada cerpen " The Tell- Tale Heart", narator menunjukan argumen pertamanya bahwa mata pak tua yang ""made up [his] mind to take the old man's life.(hl.354)". Namun kemudian dia berujar bahwa saat dia "[hears] the old man's heart beating... [stimulates] the soldier [her] into courage"(Hl.356) dan saat itulah yang membuat dia akhirnya "can [drag] [the old man] to the floor, and [pill] the heavy bad over [the old man]... the old man was dead" (Hl.35). Pernyataan- pernyataan yang dia kemukakan bukan menguatkan tapi melemahkan satu sama lain.
Sebuah asumsi yang coba dibuktikan oleh narator, kegilaan yang dituduhkan pada dia, berujung bukan pada tersangkalnya kegilaan dari narator namun justru kegilaan tersebut lebih tampak saat pembelaannya mengalami kegagalan. Kegagalan ini bersumber dari semua narasinya. Pada awalnya narator berkata bahwa kegilaan diakibatkan oleh ketajaman indera. Setelah beberapa lama berselang, dia mulai menampakan ciri- ciri bahwa dirinya memiliki ketajaman indera karena "disease had sharpened [her] senses.(hl.354)" dan dia bahkan mendengar "quick sound ...—and yet the officers heard it not."(hl.357). Maka saat dia mengatakan dia tidak gila, narasi yang dia tunjukan justru membela hal yang berlawanan.
Sedangkan pada kasus "The Black Cat", narator berkata bahwa semua yang dia ungkapkan merupakan sebuah " a chain of facts"(hl. 383). Akan tetapi hal tersebut tidak terbukti saat saya membuuat rantai kejadian dari cerpen ini seperti berikut:
"A radical alteration of disposition"(Hl. 382)→ the assumption of Pluto's rejection towards the narrator's presence → "the fury of demon" (Hl. 382)→ the cut of Pluto's eye→ the actual Pluto's rejection towards the narrator's presence → the murder of Pluto→The presence of another black cat→ the domestication of the new cat towards the house→ the missing one of the new cat's eye→ the "[long] to destroy it with a blow"(Hl. 385)→ unwillingness to destroy the cat→ the "dread of the beast"(Hl. 385)→ the aim to kill the new cat→ the completed " hideous murder"→Well-placed corpse→ the presence of "the voice from the tomb" (Hl. 387)→ the narrator's stager upon the wall→ the reveling of his wife's corpse.
Serangkaian kejadian tersebut saya rangkai sesuai dengan urutan dalam narasi. Akan tetapi bila saya telaah lebih lanjut terdapat banyak rantai yang hilang sebagaimana saya indikasikan dengan tanda Tanya seperti berikut:
?→"A radical alteration of disposition"(Hl. 382)→? → The assumption of Pluto's rejection towards the narrator's presence → ? →"[T]he fury of demon" (Hl. 382)→ The cut of Pluto's eye→ The actual Pluto's rejection towards the narrator's presence → The murder of Pluto→ / →The presence of another black cat→ The domestication of the new cat towards the house→ ? → The missing of one of the new cat's eye→ The "[long] to destroy it with a blow"(Hl. 385)→ Unwillingness to destroy the cat→ The "dread of the beast"(Hl. 385) → The aim to kill the new cat→? → The completed " hideous murder"→Well-placed corpse→ The presence of "the voice from the tomb" (Hl. 387)→ The narrator's stager upon the wall→ The reveling of his wife's corpse.
Berbagai isu inilah yang menjadi keganjilan dari sistem penalaran yang ingin saya teliti lebih lanjut dengan bantuan dari berbagai essay dan argumen dari peneliti dan penulis sebelumnya.
Tinjauan Pustaka
Asumsi dasar dari penelitian yang akan saya lakukan adalah dimungkinkannya penelaahaan terhadap konsep penalaran sebuah teks dalam kaitannya dengan pembentukan wacana rasionalitas masyarakat Amerika pada abad ke- 19. Berbagai teori yang ada akan saya fungsikan sebagai rujukan untuk melakukan tinjauan terhadap wacana yang memengaruhi karya- karya tersebut atau pun diperngaruhi olehnya. Setelah tinjuan dilakukan, diharapkan bahwa berbagai relasi tekstual atau pun kontekstual akan lebih mudah untuk saya identifikasi dan jabarkan dalam penelitian saya.

Berdasarkan kerangka pemikiran pada poin sebelumnya, isu akan kemudian terkait dengan tulisan Davis yang membahas mengenai represi naratif dalam cerpen Edgar Allan Poe, " The Tell- Tale Heart" . Dari tulisan Davis inilah saya mengetahui adanya notasi Lacan mengenai alam sadar dan bawah sadar yang juga menyinggung teori tanda dari Freud. Davis juga membahas mengenai kegiatan melihat, yang dikaitkan dengan tahap cermin Lacan. Davis mengungkapkan bahwa dalam kegiatan melihat atau visual pleasure selalu berkaitan dengan kegiatan melihat dan dilihat. Bagaimana pun, "untuk bisa dimengerti, salah satu posisinya haruslah direpresi pada saat tersebut". (Davis, 1983: 985).

Pembahasan mengenai alam sadar dan bawah sadar akan berguna untuk mengidentifikasi bagaimana kebocoran dalam narasi bisa terjadi dalam hubungannya dengan cara kerja alam bawah sadar yang dapat bocor ke alam sadar. 

Namun yang sebenarnya menjadi sorotan adalah bagaimana sebuah narasi dapat bekerja berdasarkan sistem penalaran tertentu atau rasionalitas tertentu. Hal- hal yang berkaitan dengan penarikan kesimpulan dan rasio akan dibahas bersamaan dengan melihat dua tokoh besar logika yakni Aristoteles serta Charles Sanders Peirce. Aristoteles menulis buku Organon yang berisikan delapan kategori dalam sistem penalaran. Pada awal bab dua On interpretation, Aristoteles memberikan argumen bahwa "spoken words are the symbols of mental experience and written words are the symbols of spoken words" (hl.47). Hal ini hingga hari ini masih banyak diikuti oleh kebanyakan paham. Saya melihat bahwa akar dari hampir seluruh sistem penalaran yang ada hingga saat ini merupakan turunan dari paham Aristotelian. Ada kemungkinan bahwa yang didefinisikan sebagai sebuah rasionalitas adalah rasionalitas yang dibangun Aristotees di atas pilar- pilar bukunya termasuk Organon. Diperlukaan telaah lebih lanjut untuk dapat menyimpulkan bagaimana hubungan antara paham Aristotelian dengan kemungkinan bahwa rasionalitas pada abad 19 bersumber darinya.
Paham Aristotelian ini menjadi penting karena dari sinilah titik balik sebuah sistem penalaran dipahami dan dipercaya keabsahannya. Saat Poe berusaha "memermainkan" rasionalitas dengan mengacak- ngacak pola yang diahami umum maka tentu saja ini berkaitan dengan keadaan rasionalitas pada jaman tersebut. Untuk melihat bagaimana logika pada jaman itu dipahami, yang mungkin turunan atau bukan, dari paham Aristotelian. Maka dari itu saya ingin pula menelaah konsep logika dari Peirce untuk dijadikan perbandingan perubahan yang mungkin terjadi pada sistem penalaran yang dipahami masyarakat.
Gejala perusakan terhadap pola umum dan kebocoran pada narasi kemungkinan berkaitan dengan nama yang dilabelkan pada karya Poe yakni Gotik. Hal mengenai kebocoran narasi dan pengasingan terhadap pola umum dan baku bisa diakitkan dengan fluiditas genre gotik, sebagaimana yang dijabarkan Eric Savoy bahwa "the gothic is a fluid tendency rather than a discrete literary "mode," an impulse rather than a literary artifact."(1998:6). Tulisan Savoy dan penulis lain dalam buku American Gothic: New Interventions in a National Narrative akan membantu saya memahami bagaimana teks Gotik bekerja dalam ranah narasi dan membentuk suatu sistem penalaran tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar